Rabu, 19 Juni 2013

Contoh Penyimpangan Demokrasi


Istri Calon Gubernur NTT, Diduga Terlibat Money Politik Dalam Pilkada NTT
Lusia Adinda Lebu Raya, istri dri Calon Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu raya,  terancam di pidana terkait kasus dugaan money politik  (politik uang) yang dilakukannya di Desa Tubuhue, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Selasa, 21 Mei 2013 yang ditemukan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) TTS.
“Ada dua pelanggaran dalam pemilu yakni administasi dan pidana. Kalau money politik masuk kategori pidana,” kata Ketua Bawaslu NTT, Nelce Ringu, saat memantau di TPS 03, Oepura, Kamis (23/5/2013).
Lusia Adinda Lebu Raya ditemukan membagi-bagikan uang kepada masyarakat di Kabupaten TTS menjelang pelaksanaan pemilu kepala daerah (Pemilukada) NTT putaran kedua. Panwaslu TTS, menurut Nelce Ringu, masih mengumpulkan bukti terkait dugaan money politik itu, seperti mengambil keterangan para saksi penerima uang, hasil foto dan rekaman video. “Sudah 11 saksi yang diperiksa terkait dengan kasus ini,” katanya.
Dia mengatakan, saksi mengaku melihat dan menerima uang yang dibagikan kepada masyarakat di desa tersebut. Dana yang diberikan juga sangat bervariasi, antara Rp 100-200 ribu. Bukti awal yang sudah disita Panwaslu yakni uang, foto dan video saat pembagian uang. “Nilainya sangat bervariasi,” katanya.
Menurut Nelce, setelah bukti dan keterangan lengkap, panwaslu akan melakukan kajian, kasus termasuk pada pasal mana. Namun, sesuai dengan ketentuan, kasus money politik masuk ketogori pidana. “Apakah unsur-unsurnya terpenuhi, jika terpenuhi, maka akan terus di proses ke penyidik,” katanya.
Nelce mengaku, Panwaslu TTS sudah memanggil Lusia Adinda Lebu Raya untuk mengklarifikasi temuan tersebut pada Rabu (22/5/2013). Namun, kata Nelce, sesuai informasi dari TTS, Lusia Lebu Raya belum menemui pihak Panwaslu TTS.
“Panwaslu TTS akan mengirim surat panggilan kedua. Kita tetap menghormati mekanisme dan proses yang ada. Kalau pun tidak datang, akan tetap kita proses,” katanya.
Tim Pemenangan Paket Frenly, Gusti Beribe, yang dikonfirmasi pertelepon, Rabu (22/5/2013) malam membantah adanya dugaan praktek Money Politic itu. “Siapa yang bagi uang itu? Kita belum dapat laporan. Nanti saya cek dulu,” katanya.
Disampaikan ada temuan Panwaskab TTS bahwa pembagian uang itu melibatkan istri calon gubernur, Lusia Lebu Raya, Beribe mengatakan bahwa itu keliru. “Itu keliru, beliau pernah menjanjikan desa itu, jadi pada saat kunjungan itu beliau langsung serahkan. Tidak kaitan dengan itu,” tegasnya.
Tentang  dugaan lain di Kabupaten Flores Timur, Beribe mengatakan bantuan itu diberikan lantaran masjid sedang dalam proses pembangunan sehingga tidak ada kaitan dengan pilgub.
Menurut Nelce, selain TTS, sesuai laporan yang masuk pelanggaran lain terjadi di Kabupaten Ende, Manggarai Timur, Flores Timur dan Sumba Barat Daya.
“Ada yang pelanggaran administratif ada yang pidana. Kami masih kaji,” katanya.
Kapolda NTT, Brigadir Jenderal Polisi I Ketut Untung Yoga Ana, secara terpisah, mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan informasi pelanggaran itu. Meski demikian, menurut Yoga Ana, pihaknya menyerahkan prosesnya kepada panwaslu. “Kalau panwaslu limpahkan kepada kami sebagai tindak pidana, baru kami proses,” tegasnya.
Editor :christofel

Sumber : Pos Kupang

Demokrasi di Indonesia

Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi  parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).        

a.    Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan) (1945-1949)  
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
1.      Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki  hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2.      Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlementer.
3.      Dengan  maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.  

b.    Demokrasi parlementer         
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.

Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
1.      lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.  Perwujudan kekuasaan parlemen ini  diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan.
2.      akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.
3.      kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
4.      sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5.      masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
6.      dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.


c.    Demokrasi Terpimpin (1959-1965)   
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.      

Demokrasi  terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah :
1.      Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan  (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
2.      Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
3.      Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4.      Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
5.      Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.

d.     Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru)          
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.    

Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga. 

Ada beberapa indikator demokrasi yang digunakan pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :
1.      Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
2.      Rekruitmen politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya adalah jabatan eksekutif (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif (MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi lainnya.
3.      Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.  
4.      Basic human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik berkaitan erat dengan implementasi masalah hak-hak asasi manusia. Seperti masalah kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.

e.  Demokrasi langsung pada Era Orde Reformasi         
Orde reformasi ini merupakan consensus untuk mengadakan demokratis dalam segala bidang kehidupan. Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi pancasila. Perbedaannya terletak pada aturan pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan deokradi pada Orde Reformasi sekarang ini, yaitu:
- Pemilihan umum lebih demokratis 
- Partai politik lebih mandiri 
- Pengaturan hak asasi manusia        
- Lembaga demokrasi lebuh berfungsikonsep trias politika (3pilar kekuasaan negara) masing-masing bersifat otonom penuh.           
Kegagalan demokrasi pancasila zaman orde baru , bukan berasal dari kosen dasar demokrasi pancasila, melainkan lebih kepada praktik atau pelaksanaan yanh mengingkari keberadaan demokrasi pancasila itu.  
Demokrasi pancasila hanya akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila nilai nilai yang terkandung di dalamnya dapat di pahami dan dihayatisebagai nilai nilai budaya politik yang mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya.           
Kegagalan demokrasi pancasila pada zaman orde baru membuat banyak penafsiran mengenai asas demokrasi, belajar dari pengalaman itu, dalam era reformasi perlu penataan ulang penegasan kembali arah dan tujuan demokrasi pancasila , menciptakan perasaan dan saran yang di perlukan dari bagi pelaksanaan demokrasi pancasila,
Daftar Pustaka - Pengertian Demokrasi di Indonesia,  Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer ,Terpimpin, Pancasila

Mahfud MD, Moh. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan). Cetakan II, Rineka Cipta, Jakarta.

Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Murod, Ma’mun. 1999. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais tentang Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta        

 Urofsky, M. I. 2001. Jurnal Demokrasi. Office of international Information Program, U.S. Department of State